KTMM - Kotor, susah, dan tak menarik menjadi identik dengan berkebun atau bercocok tanam. Anggapan berkebun tak keren pun bermunculan. Berjuta alasan muncul saat diajak berkebun. Benarkah berkebun itu susah?
Mengajak masyarakat berkebun dengan mudah dan sederhana adalah konsep dari didirikannya kelompok tani muda mandiri. Sebuah komunitas petani muda yang ada diwilayah desa tersisolir yaitu desa Tugurejo Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. Tak perlu mencari tempat yang luas atau subur, cukup memanfaatkan lahan tidak produktif. Lahan tidak produktif dimanfaatkan menjadi hijau dengan ditanami berbagai komoditas pangan, sayur, herbal, buah, atau tanaman bunga. Kelompk ini memupuk gagasan sederhana menjadi gerakan yang melibatkan orang ramai untuk lebih mencintai lingkungan.
Gerakan ini bertujuan agar masyarakat memiliki ketahanan dan kemandirian pangan secara berkelanjutan untuk mengantisipasi krisis pangan pada masa yang akan datang.
Sejak didirikan pada tahun2016 kelompok tani Muda mandiri mulai aktif mengelola lahan tidur. Awal Kegiatan adalah menanam bunga rosela yang dilaksanakan di Desa Tugurejo Kecamatan Sawoo Kabupaten Ponorogo. Antusias warga mulai terlihat pada kegiatan pertama tersebut. Tak berhenti sampai di situ, penggiat kelompok tani Muda mandiri mulai mencari lahan tidur untuk dikelola.
Formasi keanggotaan Jogbun sering berubah-ubah. Hal ini berkaitan dengan sifat komunitas Jogbun yang tidak mengikat. Memiliki keuntungan dan kendala tentunya. Banyak anggota yang datang dan pergi menjadi salah satu kendala keanggotaan Jogbun.
Kegiatan berkebun juga dapat melatih tanggung jawab para pekebun, karena tanaman perlu dirawat agar hasilnya optimal. Selain itu banyak manfaat lain yang didapat para penggiat kebun ini, yang di sarikan dalam tiga konsep 3E, nilai Ekologi, Edukasi dan Ekonomi.
Ekologi
Salah satu manfaat yang mulai dirasakan, warga sudah mulai peduli dengan lingkungan. Terciptanya desa yang hijau, bersih, sehat, nyaman, mandiri, serta mempunyai nilai dan kualitas tinggi, serta menjadikan desa yang memiliki identitas. Selain itu warga sudah mulai memanfaatkan sampah organik sebagai pupuk, membuat kompos, dan membuat lubang biopori untuk mengembalikan kesuburan tanah. Kelompok Tani Muda Mandiri juga mengajarkan cara mengelola sampah organik dengan pembuatan MOL (Mikroorganisme Lokal). Fungsi dari MOL adalah mempercepat peleburan sampah organik menjadi pupuk. Penambahan MOL diharapkan memunculkan bakteri baik lebih banyak dan mempercepat proses pembusukan.
Kelompok Tani Muda Mandiri terus berupaya melakukan pembenihan dan pembibitan tanaman secara mandiri. Seperti pembenihan tanaman cabai, pepaya, kakao, kangkung dan berbagai tanaman hortikultura menjadi pilihan mereka. Tak hanya itu, pembibitan tanaman buah seperti cangkok, stek, okulasi untuk tanaman sawo, jambu, rambutan, juga dilakukan. Kelompok Tani Muda Mandiri juga mengajak penggiatnya membuat langkah positif dengan memanfaatkan media tanam bekas pakai. Kegiatan ini diharapkan dapat mengurangi sampah dari lingkungan.
Edukasi
Kelompok Tani Muda Mandiri ikut membantu mengubah pandangan masyarakat bahwa berkebun itu tak harus membutuhkan lahan besar. Pemanfaatan pekarangan rumah yang sempit dapat disiasati dengan sistem tumpang sari atau dengan vertikultur. Vertikultur bisa diartikan sebagai budi daya tanaman secara vertikal sehingga penanamannya dilakukan dengan menggunakan sistem bertingkat. Cara ini diharapkan dapat merangsang pemanfaatan lahan sempit terutama seperti diperkotaan yang sangat minim lahan untuk berkebun dan bercocok tanam.
Berkebun bisa dilakukan oleh siapapun. Namun yang perlu diingat, syarat utama tanaman harus terpapar sinar matahari, air tersedia, adanya sirkulasi udara, serta memiliki media berupa tanah, pupuk kandang, dan kompos. Sifat Kelompok Tani Muda Mandiri yang terbuka, memberi kesempatan tiap penggiat kebun untuk menggali potensi tiap individu dengan latar belakang berbeda. Mereka menyumbangkan banyak ide dari masing-masing sudut pandang keilmuan mereka.
Banyak ilmu yang didapat dari Kelompok Tani Muda Mandiri ini. Mulai dari memilih benih, menyesuaikan media tanam, mengolah tanah, cara merawat tanaman, hingga trik memanen, juga diungkap. Belajar memahami lingkungan, belajar menghargai petani, dan belajar mandiri.
Ekonomi
Komoditas utama yang dibudidayakan Kelompok Tani Muda Mandiri di Kebun masih dalam taraf konsumsi rumah tangga. Seperti contoh: , Jamur, Pepaya, Kangkung, Sawi, Bayam Cabut, Kacang panjang dll. Mereka memilih sayuran untuk mengisi kebun mereka karena sayuran dapat dikonsumsi langsung atau diolah terlebih dahulu.
Dengan menanam sendiri sayuran yang akan kita makan, kualitas sayuran lebih terjamin. Artinya kita tidak akan sembarangan memberikan bahan kimia kepada sayuran yang nantinya dimakan. Faktanya, penanaman sendiri sayuran yang bebas bahan kimia biayanya jauh lebih murah dibandingkan dengan membeli sayuran di supermarket. Misalnya seikat kangkung organik seberat 200 gram di supermarket dijual dengan harga Rp. 12.000 rupiah. Sementara itu, dengan membeli benih kangkung seharga Rp. 12.000 dan menanamnya sendiri, hasil panen bisa mencapai 8-10 kg. Selain untuk dikonsumsi sendiri, hasil panen berkebun dapat dijual dan mendatangkan keuntungan bagi pekebun.
Apa yang Kelompok Tani Muda Mandiri lakukan masih jauh dari cita-cita, yakni membuat semua lahan tidur bisa dikelola kembali dan meningkatkan gairah masyarakat untuk kembali menjadi masyarakat yang produktif melalui sektor pertanian dan perkebunan. Namun Kelompok Tani Muda Mandiri Berkebun sudah memulai sebuah langkah kecil dalam menghijaukan lingkungan perkotaan. Sepetak lahan tidur dan barang bekas mungkin tidak berarti jika hanya dibiarkan begitu saja. Namun bagi Kelompok Tani Muda Mandiri, hal itu bermakna kesempatan dimulainya harapan baru bagi lingkungan hijau. Kelompok Tani Muda Mandiri percaya usaha menciptakan lingkungan hijau bagi masyarakat bisa dimulai dari langkah kecil ini. Sekecil atau sesempit apapun lahan yang ada, terbentang harapan agar lingkungan menjadi hijau, sehat, serta produktif sehingga dapat dinikmati oleh masyarakat luas.